Cari Blog Ini

Kamis, 21 September 2017

di Makom Mbah Dung

Mbah Dung.

Makam salah seorang guru dan sekaligus orang tuaku dunyan wal akhiratan. Beliau adalah salah satu Kyai sepuh di Ndresmo yang sulit marah. 10 tahun saya takdim ke beliau belum sekalipun melihat beliau marah marah. Bukan tak memiliki marah. Tetapi marah beliau adalah bentuk kasih sayang demi kebaikan santri. Seperti itulah seorang kyai mendidik santri.

Sebagai Kyai, Mbah Dung mempunyai kasih berlebih pada santri. Tak hanya mengisi otak dan hati, bahkan perut dan kesehatan para santri menjadi tanggung jawabnya secara pribadi. Beliau pernah berkata; "Dadi Kyai iku ora mung ngajari ngaji tapi Yo makani Santri, amargo santri iku anak anakku." itulah prinsip dan wejangan beliau yang sangat mengena dan selalu terkenang.

Banyak hal yang berkesan dari beliau yang niscaya membutuhkan berlembar-lembar lembar kertas untuk menceritakannya. Salah dua dintara berjubel kesan yang sangat melekat bagi saya adalah saat beliau sedang sakit, dan waktu itu tengah menjalani ibadah puasa bulan Ramadhan. Saat malam ke 23 beliau menyuruh saya menjadi imam sholat isya sekaligus tarawih untuk menggantikannya. Dengan sangt takut dan grogi saya manut dan mengiyakan perintah beliau. Bagaimana tidak, beliau menjadi makmum sambil duduk di belakang saya waktu itu. Apalagi ada Gus Pring, Kyai Mas Nur, dan Gus Toha. Tentu saja keringat sebiji-biji jagung mengucur membasahi badan. Tetapi saya yakin jika ada yg salah dari saya maka Abah lah yang menangungnya. Maka saya pun menunaikan tugas itu. Selepas sholat, beliau memberi secarik kertas bertuliskan untaian dzikir dan doa dan kemudian dawuh; Le, malam 27 Abah lungo". Saat itu saya bertanya, "Ajeng tindak pundi, Bah? Lah wong malam 27 niku Lak ngataman Quran BIL ghoib, seperti yang sudah panjenengan jadwalkan." mendengar pertanyaan itu beliau hanya tersenyum. Singkat kisah, tepat malam 27 beliau dipanggil Allah untuk menghadap. Ya Allah, saya baru sadar makna dari wejangan beliau. Dan kesan berikutnya adalah saat saya mendapatkan berkah untuk memandikan beliau atas perintah Kyai Yasin dan beberapa Kyai sepuh Ndresmo. Saat itu nampak wajahnya tersenyum bahagia. Seperti sang perindu yang bertemu dengan kerinduannya.

Kyai sepuh itu kini sudah terbaring di pembaringan abadi, bersanding dengan Sayid Ali Asghor dan para sesepuh Ndresmo yang mendahuluinya. Kini, beliau sudah menari nari penuh kebahagiaan di alam surgawi yang fa insyaallah bersama para datuknya (Kanjeng nabi Muhammad WA ahli baitihim) di sisi ilahi.

Salam takdim selalu kagem panjenengan. Dan semoga saya dan para santri lainnya dapat meneruskan perjuangan panjenengan, Bah.

Al fatiha.

Catatan santri ndablek.
Kopi Hitam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog