Mbah Dung.
Makam
salah seorang guru dan sekaligus orang tuaku dunyan wal akhiratan. Beliau
adalah salah satu Kyai sepuh di Ndresmo yang sulit marah. 10 tahun saya takdim
ke beliau belum sekalipun melihat beliau marah marah. Bukan tak memiliki marah.
Tetapi marah beliau adalah bentuk kasih sayang demi kebaikan santri. Seperti
itulah seorang kyai mendidik santri.
Sebagai
Kyai, Mbah Dung mempunyai kasih berlebih pada santri. Tak hanya mengisi otak
dan hati, bahkan perut dan kesehatan para santri menjadi tanggung jawabnya
secara pribadi. Beliau pernah berkata; "Dadi Kyai iku ora mung ngajari
ngaji tapi Yo makani Santri, amargo santri iku anak anakku." itulah
prinsip dan wejangan beliau yang sangat mengena dan selalu terkenang.
Banyak
hal yang berkesan dari beliau yang niscaya membutuhkan berlembar-lembar lembar
kertas untuk menceritakannya. Salah dua dintara berjubel kesan yang sangat
melekat bagi saya adalah saat beliau sedang sakit, dan waktu itu tengah
menjalani ibadah puasa bulan Ramadhan. Saat malam ke 23 beliau menyuruh saya
menjadi imam sholat isya sekaligus tarawih untuk menggantikannya. Dengan sangt
takut dan grogi saya manut dan mengiyakan perintah beliau. Bagaimana tidak,
beliau menjadi makmum sambil duduk di belakang saya waktu itu. Apalagi ada Gus
Pring, Kyai Mas Nur, dan Gus Toha. Tentu saja keringat sebiji-biji jagung
mengucur membasahi badan. Tetapi saya yakin jika ada yg salah dari saya maka
Abah lah yang menangungnya. Maka saya pun menunaikan tugas itu. Selepas sholat,
beliau memberi secarik kertas bertuliskan untaian dzikir dan doa dan kemudian
dawuh; Le, malam 27 Abah lungo". Saat itu saya bertanya, "Ajeng
tindak pundi, Bah? Lah wong malam 27 niku Lak ngataman Quran BIL ghoib, seperti
yang sudah panjenengan jadwalkan." mendengar pertanyaan itu beliau hanya
tersenyum. Singkat kisah, tepat malam 27 beliau dipanggil Allah untuk
menghadap. Ya Allah, saya baru sadar makna dari wejangan beliau. Dan kesan
berikutnya adalah saat saya mendapatkan berkah untuk memandikan beliau atas
perintah Kyai Yasin dan beberapa Kyai sepuh Ndresmo. Saat itu nampak wajahnya
tersenyum bahagia. Seperti sang perindu yang bertemu dengan kerinduannya.
Kyai
sepuh itu kini sudah terbaring di pembaringan abadi, bersanding dengan Sayid
Ali Asghor dan para sesepuh Ndresmo yang mendahuluinya. Kini, beliau sudah
menari nari penuh kebahagiaan di alam surgawi yang fa insyaallah bersama para
datuknya (Kanjeng nabi Muhammad WA ahli baitihim) di sisi ilahi.
Salam takdim selalu kagem panjenengan. Dan semoga saya dan
para santri lainnya dapat meneruskan perjuangan panjenengan, Bah.
Al fatiha.
Catatan
santri ndablek.
Kopi
Hitam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar