Judul Buku: Saly Can Wait
Penulis: Koskow
Penerbit: Tan Kinira Books
2016
Mungkinkah memahami gambar dan tulisan tanpa memahami teori menelaah, seperti cara pandang para pakar dan akademisi mengerti ragam teori terlebih dahulu, sebelum kemudian membaca dan memahami karya gambar dan tulisan (aforisma)?
"Mengapa tidak!!! paham teori, paham kaidah, paham cara bagaimana menelaan seperti halnya para pakar dan akademis, memang sangat berguna untuk menyelami sebuah karya puisi Tapi tak berarti yang tidak memahami teori, yang tidak mengerti apa itu diksi ataupun ragam majas dalam sebentuk puisi, lantas ogah membaca karena takut disebut tak layak membahas dan memahami puisi," ucap WS. Rendra. Lupakan soal teori. baca saja dan pahami apa yang bisa dipahami. Penyair yang baik tak pernah neko-neko menggubah puisi. ia akan memaparkan perasaan, peristiwa atau situasi tertentu yang menyentuh hati dengan bahasa rasa, rasa bahasa, dan daya ungkap sederhana, agar siapapun paham...."
Apa yang diungkapkan oleh WS. Rendra, terkait bahasa rasa dan daya ungkap sederhana saya temukan ketika membaca kumpulan aforisma dan gambar Koskow dan Lelaki Budiman dalam "Saly Can Wait" Tujuh kisah tentang harapan dalam gambar dan tulisan (Penerbit Tan Kinira Books, 2016, Yogyakarta) saya tidak harus bersusah payah duduk ditemani sebuah kamus besar Bahasa Indonesia guna memahami arah pikiran atau menguak siratan makna yang diungkap. Namun ketika saya merenangi halaman demi halaman karya bertajuk "Saly Can Wait" memiliki kemiripan dengan komik atau cergam, bahkan dapat dikatakan pula semacam ilustrasi bergerak, di mana setiap panel yang dihadirkan berturutan satu sama lain, menceritakan aforisma yang ada.
Terlepas dari apakah karya ini disebut sebagai komik, cergam, atau ilustrasi bergerak, aforisma-aforisma Lelaki Budiman yang disandingkan dengan gambar Koskow, sungguh menggelitik dan mengusik, meminjam kredo Majalah Tempo, enak dibaca dan perlu! Gambar Koskow yang simbolik dibuat menggunakan teknik Tindes Art pada kisah pertama menceritakan tentang pengaruh media elektronik (Radio dan TV) yang banyak merenggut kemandirian cara berpikir manusia, media elektronik pada hari ini seolah menjelma menjadi produk budaya primer. Apa yang disampaikan olehnya adalah kebenaran bagi masyarakat. "Tutup kedua telingamu, Jangan biarkan suara-suara yang jauh itu mencuri suaramu". Apabila suara-suara yang ada dlam diri manusia terenggut, cara pandang manusia terhadap sesuatu akan menjadi sempit "Ia memandang keluar jendela", kemudian berharap kepada apa yang ia harapkan pasti datang, namun tak kunjung hadir "Menunggu yang tak akan pernah tiba". Harapan adalah daya hidup bagi manusia, tapi harapan yang tak kunjung hadir mampu mengacaukan segalanya, dengan kata lain, akibat sebuah penantian, manusia bisa kehilangan jati dirinya sebab "Menunggu diri dari luar dirinya" (kisah 3) pada situasi yang serupa itu, seorang manusia berhadap-hadapan dengan dirinya, dan sesuatu yang ada diluar dirinya, ia dipaksa untuk memasuki sebuah ruang yang ia sendiri belum mengetahui, ada apa di dalam ruangan tersebut. "Masuklah kau kedalam cahayaku/Menjelmalah sebagai gelap/hingga warna tak sanggup merayu". Sampai pada kisah ini harapan yang saya maui sebagai pembaca patah, rupa-rupanya Koskow dan Lelaki Budiman hendak mengecoh pembaca, jujur saya terkecoh ketika dihadapkan pada harapan yang ditunggu-tunggu adalah CINTA.sebuah cinta yang akan selalu mengajak sang pecintanya memikirkan arti cinta itu s
Ada tujuh kisah, di mana pada kisah pertama saya disuguhi oleh 5 gambar, dan ditutup dengan aforisma "Tutup kedua telingamu/Jangan biarkan suara-suara yang jauh itu mencuri suaramu"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar